TENTANG DHIHAR
35. Tentang
Dhihar.
Dhihar
terambil dari kata dhahrun (punggung). Di jaman jahiliyah, apabila suami
mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, maka yang
demikian itu sudah dianggap sama dengan menthalaq istrinya. Tentang hal ini
Allah SWT menurunkan firman-Nya sebagai berikut :
قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ
تَشْتَكِيْ اِلَى اللهِ وَ اللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا، اِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ
بَصِيْرٌ. المجادلة:1
Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal
jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
(1).
الَّذِيْنَ يُظهِرُوْنَ مِنْكُمْ مّنْ نّسَآئِهِمْ مَّا هُنَّ
اُمَّهتِهِمْ، اِنْ اُمَّهتُهُمْ اِلاَّ الّئِيْ وَلَدْنَهُمْ، وَ اِنَّهُمْ
لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مّنَ اْلقَوْلِ وَزُوْرًا، وَ اِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ
غَفُوْرٌ. . المجادلة:2
Orang-orang
yang mendzihar istrinya diantara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya,
padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun (2).
وَ الَّذِيْنَ يُظهِرُوْنَ مِنْ نّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا
قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَآسَّا، ذلِكُمْ
تُوْعَظُوْنَ بِه، وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ. . المجادلة:3
Dan
orang-orang yang mendhihar istri-istri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (3)
فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ
اَنْ يَّتَمَآسَّا، فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَاِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا،
ذلِكَ لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِه، وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ، وَ
لِلْكفِرِيْنَ عَذَابٌ اَلِيْمٌ. المجادلة:4
Barangsiapa
yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah
atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir
ada siksa yang sangat pedih (4).
[QS. Al-Mujadalah]
Asbabun
Nuzul ayat ini sehubungan dengan persoalan seorang wanita yang bernama Khaulah
binti Tsa’labah yang telah didhihar suaminya (Aus bin Shamit), yaitu dengan
mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”.
Dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli istrinya, sebagaimana ia tidak
boleh menggauli ibunya. Menurut adat jahiliyah, kalimat dhihar seperti itu sudah
sama dengan menthalaq istrinya. Maka Khaulah mengadukan peristiwa yang
dialaminya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah dalam hal ini menjawab bahwa belum
ada keputusan dari Allah.
Dan
dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW mengatakan, “Engkau telah diharamkan
bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata, “Suamiku belum menyebut
kata-kata thalaq”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak kepada
Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga turunlah
ayat diatas.
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيَّ ص
قَدْ ظَاهَرَ مِنِ امْرَأَتِهِ، فَوَقَعَ عَلَيْهَا فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اِنِّى ظَاهَرْتُ امْرَأَتِى فَوَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ اَنْ اُكَفِّرَ، فَقَالَ:
مَا حَمَلَكَ عَلَى ذلِكَ؟ يَرْحَمُكَ اللهُ. قَالَ: رَأَيْتُ خَلْخَالَهَا فِى
ضَوْءِ اْلقَمَرِ. قَالَ: فَلاَ تَقْرَبَهَا حَتَّى تَفْعَلَ مَا اَمَرَكَ
اللهُ. الخمسة الا احمد وصححه الترمذى
Dari
‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki datang
kepada Nabi SAW (menerangkan bahwa) ia telah mendhihar istrinya, lalu ia
mencampurinya. Kemudian ia bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah
mendhihar istriku, lalu aku mencampurinya sebelum aku membayar kafarat (maka
apakah yang harus aku lakukan) ?”. Nabi SAW bertanya, “Semoga Allah merahmatimu.
Apakah yang mendorongmu berbuat demikian itu ?”. Ia menjawab, “Aku melihat
gelang kakinya dalam sinar bulan”. Nabi SAW bersabda, “Hendaklah engkau tidak
mendekatinya sehingga engkau laksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu”.
[HR. Khamsah kecuali Ahmad dan dishahihkan oleh Tirmidzi]
عَنْ اَبِى سَلَمَةَ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص
اَعْطَاهُ مِكْتَلاً فِيْهِ خَمْسَةَ عَشَرَ صَاعًا فَقَالَ: اَطْعِمْهُ سِتِّيْنَ
مِسْكِيْنًا، وَ ذلِكَ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ. الدارقطنى و للترمذى معناه
Dari
Abu Salamah dari Salamah bin Shakhr, bahwa sesungguhnya Nabi SAW memberinya
seonggok (kurma) yang berisikan lima belas sha’, lalu ia bersabda, “Berikanlah
kepada enam puluh orang miskin dan untuk setiap orang satu mud”.
[HR. Daruquthni, dan Tirmidzi meriwayatkan yang semakna dengan
itu]
0 komentar:
Silahkan Komentar Tapi Yang Sopan, Kami Pasti Segan